Minggu, 21 Desember 2014

LEGENDA AIR PANAS DI GUCI : SEBUAH KAJIAN FOLKLOR DAN RELEVANSINYA DENGAN ERA SEKARANG

A.               PENDAHULUAN
Masyarakat indonesia sejak masa lampau telah memiliki kebudayaan.(PENGERTIAN KEBUDAYAAN). Hal ini didasari pada kenyataan bahwa di indonesia terdapat berbagai macam jenis folklor yang dapat digali dan dikembangkan untuk meningkatkan kepariwisataan pada umumnya dan pariwisata buda pada khususnya. Tradisi lisan dalam suatu masyarakat diwariskan secara turun-temurun, sehingga jejaknya masih ditemukan sampai sekarang. Perkembangan folklor dalam kehidupan masyarakat, merupakan perwujudan dari usaha dan cara-cara kelompok tersebut dalam memahami serta menjelaskan realitas lingkungannya, yang disesuaikan dengan situasi alam pikiran masyarakat di suatu zaman tertentu. Alam pikiran masyarakat yang dipandang sebagai lahan paling subur bagi berkembangnya pemikiran seperti itu, menurut Peursen (1976), adalah alam pikiran mistis. Alam pikiran mistis sangat menjiwai (mendasari) tradisi lisan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu sampai sekarang.

B.                 FOLKLOR
Menurut Danandjaja Folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Secara keseluruhan folklor dapat didefinisikan yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu. Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun.

·                     Folklor lisan

Folklor lisan bentuknya murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklore yang termasuk pada kelompok ini antara lain : (1) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan; (2) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pomeo; (3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (4) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (5) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan (6) nyanyian rakyat. (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat. Jadi topik yang akan diangkat dalam makalah ini merupakan folklor lisan jenis legenda.
Legenda adalah cerita rakyat yang persediaannya paling banyak, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena legenda biasanya bersifat migratoris yakni dapat berpindah-pindah sehingga dikenal luas di daerah yang berlainan. Selain itu menurut Alan Dundes jumlah legenda di setiap kebudayaan jauh lebih banyak daripada mite dan dongeng. Hal ini disebabkan jika mite hanya mempunyai jumlah tipe dasar yang terbatas, seperti penciptaan dunia dan asal mula terjadinya kematian, namun legenda mempunyai jumlah tipe dasar yang tidak terbatas, terutama legenda setempat, yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan legenda yang dapat mengembara dari satu daerah ke daerah lain (migratory legends). Begitu juga bila dibandingkan dengan dongeng. Dongeng-dongeng yang berkembang sekarang ini kebanyakan versi dari dongeng yang telah ada bukan merupakan dongeng yang baru. Sedangkan legenda dapat tercipta yang baru.
Yus Rusyana (2000) mengemukakan beberapa ciri legenda, yaitu:
1. Legenda merupakan cerita tradisional karena cerita tersebut sudah dimiliki masyarakat sejak dahulu.
2. Ceritanya biasa dihubungkan dengan peristiwa dan benda yang berasal dari masa lalu, seperti peristiwa penyebaran agama dan benda-benda peninggalan seperti mesjid, kuburan dan lain-lain.
3. Para pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betul-betul pernah hidup pada masyarakat lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, dianggap sebagai pelaku sejarah, juga dianggap pernah melakukan perbuatan yang berguna bagi masyarakat.
4. Hubungan tiap peristiwa dalam legenda menunjukan hubungan yang logis.
5. Latar cerita terdiri dari latar tempat dan latar waktu. Latar tampat biasanya ada yang disebut secara jelas dan ada juga yang tidak. Sedangkan latar waktu biasanya merupakan waktu yang teralami dalam sejarah.
6. Pelaku dan perbuatan yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan legenda seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal itu anggapan masyarakat pun menjadi seperti itu dan melahirkan perilaku dan perbuatan yang benar-benar menghormati keberadaan pelaku dan perbuatan dalam legenda.

C.     LEGENDA AIR PANAS DI GUCI
Objek Wisata Guci Indah merupakan obyek wisata air terjun, pemandian air panas, taman di kaki Gunung Slamet terletak di Bumijawa memiliki ketinggian 800 meter dpl, sehingga udara di kawasan ini relatif dingin. Sebelah utara berbatasan dengan balapulang dan margasari, sebelah selatan berbatasan dengan brebes dan banyumas, sebalah barat berbatasan dengan brebes, dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan bojong.
Legenda air panas di obyek wisata Guci berasal dari Walisongo untuk orang-orang mereka utus untuk menyiarkan agama islam di Jawa Tengah utamanya adalah bagian barat di sekitar Tegal. Air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dengan itu masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci. Masyarakat percaya bahwa air itu berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit dan dapat mendatangkan berkah bagi masyarakat setempat dan yang lebih luas lagi adalah pengunjung obyek wisata Guci. Tapi karena pemberian air sangat terbatas, pada malam jum’at kliwon salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan , maka mengalirlah air panas tanpa belerang. Masyarakat juga percaya bahwa air itu berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit dan dapat mendatangkan berkah.
Legenda air panas di Guci yang sudah berkembang dimasyarakat , mereka percaya bahwa cerita ini akan membawa nilai dan manfaat di dalamnya. Masyarakat setidaknya punya cara bagaimana mereka menyembukan penyakit dengan khasiat air panas tanpa belerang di Guci. Legenda seringkali di gabungkan dengan hal-hal mistis. Guci akan banyak di kunjungi setiap Malam jum’at Kliwon. Masyarakat berkunjung biasanya bukan tanpa alasan selain alasan berwisata ada juga masyarakat yang datang hanya khusus untuk ngalap berkah dengan mandi pukul 12 malam. Cara masyarakat menjelaskan atau memahami realitas seperti di atas, bukan merupakan suatu kesengajaan untuk mengacaukan fakta dengan khayalan, tetapi memang merupakan suatu cara dalam menangkap realitas sesuai dengan alam pikiran mereka. Legenda diharapkan mampu memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat, dan tidak hanya yang muncul di dalamnya cerita mistis atau hal-hal ghaib saja. Walaupun tidak bisa di hilangkan tentulah hal seperti itu pasti akan tetap ada dan berkembang dimasyarakat dengan kepercayaan lokal yang ada.
Legenda sebagai kontrol sosial masyarakat. Masyarakat pada hakikatnya merupakan kumpulan dari kelompok yang hidup bersama untuk kepentingan bersama dengan cara hidup tertentu dan memiliki ciri, kebiasaan dan  budaya tertentu. Komplek kaitannya dengan pengetahuan, kepercayaan, kesenian,moral hukum,adat istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat maka masyarakat perlu adanya kontrol sosial sebagai pedoman hidup. Kontrol sosial  merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya kontrol sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar