1. Lahirnya sosiologi
Sosiologi sebagai Ilmu tentang Masyarakat. Sejumlah ilmuwan berusaha menjelaskan adanya hubungan antarmanusia dan perilaku sosial budaya melalui kehidupan bermasyarakat dan yang sekarang di kenal sebagai ilmu sosiologi.
Di Eithopia pertama kali terjadi pemikiran terhadap konsep masyarakat yang lambat laun melahirkan ilmu yang dinamai sosiologi tersebut. Hal tersebut didorong oleh beberapa faktor antaralain karena semakin meningkatnya perhatian terhadap masyarakat dan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya masyarakat Eropa.
Sosiologi lahir pada abad ke-19 yaitu pada saat transisi menuju lahirnya masyarakat baru yang di tandai oleh beberapa peristiwa atau berubahan besar pada masa tersebut. Beberapa peristiwa besar tersebut antara lain sebagai berikut :
A. Revolusi Prancis (Revolusi Politik)
Perubahan masyarakat yang terjadi selama revolusi politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Adanya semangat liberalisme muncul di segala bidang seperti penerapan dalam hukum dan undang-undang. Pembagian masyarakat perlahan-lahan terhapus dansemua diberikan hak yang sama dalam hukum.
B. Revolusi Industri (Revolusi Ekonomi)
Abad 18 merupakan saat terjadinya revolusi industri. Berkembangnya kapitalisme perdagangan, mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unit-unit produksi yang luas, terbentuknya kelas buruh, dan terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi dari hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubahan dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai perekonomian semakin melemahkan kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang bersatu membentuk perserikatan. Menurut Aguste Comte perubahan-perubahan tersebut berdampak negatif, yatiu terjadinya konflik antar kelas dalam masyarakat. Comte melihat, setelah pecahnya revolusi Prancis masyarakat prancis dilanda konflik antar kelas. Konflik-konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak tahu bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat. Maka Comte menganjurkan supaya semua penelitian mengenai masyarakat ditingkatkan sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Tetapi Auguste Comte belum dapat mengembangkan hukum-hukum sosial itu sebagai suatu ilmu tersendiri. Comte hanya memberi istilah untuk ilmu tersebut dengan sebutan sosiologi. Istilah sosiologi muncul pertama kali pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke-47Cours de la Philosophie
(KuliahFilsafat) karya Auguste Comte.Tetapi sebelumnya Comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika sosial tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang statistik kependudukan maka dengan berat hati Comte harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan istilah baru yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu socius(masyarakat) dan logos (ilmu). Dengan harapan bahwa tujuan Dinamika Sosial.
2. Perkembangan Sosiologi di Negara-Negara Barat
Perubahan besar di Eropa pada abad pertengahan, tetapi juga terjadi pada abad ke-4 ketika Alexandermenaklukan negara-negara Yunani, adapun tokohnya adalah Plato, Aristoteles, Herodotus, Tucydides, Polybios, dan Cicero.
Pembagian tahap-tahap perkembangan sosiologi dibagi menjadi tiga yaitu,
a. Masa Sebelum Auguste Comte
Ø Socrates
Lahir pd tahun 470 SM dan meninggal tahun 399 SM, Ia adalah anak dari seorang pematung. Socrates mengajarkan yang penting yaitu mengenai ditekannyalogika sebagai dasar bagi semua ilmu pengetahuan termasuk filsafat.
Ø Plato
Plato adala murid dari Socrates. Ajaran Plato yaitu tentang masyarakat menerangkan bahwa pada dasarnya masyarakat itu merupakan bentuk perluasan dari individu, dan menurutnya individu memiliki 3 sifat yaitu nafsu atau perasaan-perasaaan , semangat atau kehendak, dan kecerdasan atau akal.
Berdasarkan 3 elemen tersebut, Plato juga membedakan adanya 3 lapisan atau kelas sosial masyarakat yaitu sebagai berikut :
· Bagi yang mengabdikanakan hidupnya untuk memenuhi nefsu dan perasaannya seperti halnya memelihara tubuh manusia, maka dengan demikian juga akan memelihara nafsu dan perasaan masyarakat. Mereke itulah “kelas pekerja tangan” seperti buruh dan budak.
· Karena semangat atau kehendak berfungsi melindungi tubuh manusia, yang berarti harus pula melindungi masyarakat, maka yang bisa melaksanakan hal itu adalah militer.
· Karena mereka mengembangkan akal dan kecerdasan untuk membimbing tubuh manusia, maka mereka bertugas juga mengembangkan akal guna memerintah dan memimpin masyarakat. Mereka ini termasuk kelas penguasa.
Ø Aristosteles
Menurutnya kelompok manusia yang dasar dan esensial adalah pengelompokan (asosiasi) antara pria dan wanita untuk memperoleh keturunan, dan asosiasi antara penguasa dengan yang dikuasai
Aristosteles juga memberi tiga bentuk pemerintahan yang dilihat dari segi jumlah pemegang kepemimpinannya.
· Pemerintah oleh seseorang, jika ia memerintah dengan baik disebut monarki sedangkan bila memerintah dengan buruk disebut tirani.
· Oleh sejumlah kecil orang disebut aristrokasi jika baik, dan oligarki juka buruk.
· Pemerintahan oleh banyak orang disebut demokrasi, dan itu berlaku untuk penguasa yang memerintah dengan baik maupun buruk.
Ø Jhon locke
Manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak hidup, kebebasan, dan hak atas harta benda.
Ø J.J. Rousseau
Kontrak antara pemerintah dengan yang di perintah menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan umum.
Ø Ibnu Khaldun
Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku, klan, negara, dan sebagainya adalah rasa solidaritas.
a.
b. Masa Auguste Comte
Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur relatif muda yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy, yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini merupakan pandangan baru pada saat itu. Di Inggris Herbert Spencer menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun 1876. Ia menerapkan teeori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang “evolusi sosial” yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian. Masa Setelah Auguste Comte
Ø Herbert Spencer (1820-1903)
Herbert spencer pada tahun 1876 mengetengahkan teori tentang evolusisosial, yaitu keyakinan bahwa masyarakat mengalami evolusidari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
Ø Karl Marx
Ia memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis yang menganggap konflik antarkelas sosial menjadi inti sari perubahan dan perkembangan masyarakat.
Ø Emile Durkheim
Ia memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikatsekaligus pemelihara keteraturan sosial.
Ø Max Weber
Memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menulusuri nilai, kepercayaan, pemahaman, dan sikap yang menjadi penentu perilaku manusia.
3. Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Sejak jaman kerajaan di Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudah mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula para pujangga Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri PAduka Mangkunegoro dari Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations).
Ki Hajar Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan di bidang sosiologi terutama mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang dengan nyata di praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya tulis orang berkebangsaan belanda yang mengambil masyarakat Indonesai sebagai perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsur-unsur Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi pada waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain Sosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Kuliah-kuliah Sosiologi mulai diberikan sebelum Perang Dunia ke dua diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta. Inipun kuliah Sosiologi masih sebagai pelengkap bagi pelajaran Ilmu Hukum. Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar bersifat filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya.
Pada tahun 1934/1935 kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan. Para Guru Besar yang bertaggung jawab menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan dan bentuk susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua perguruan tinggi diberikan da;am bahasa Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri dan publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan memberikan kesempatan kepara para mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi.
Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya revolus fisik. Buku tersebut berjudul Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat.
Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan merupakan buku pelajaran pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang modern.
Para pengajar sosiologi teoritis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene Maatschapppijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij.
Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas karya Mayor Polak, seorang warga Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan politik terbit pada tahun 1967. Penulis lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social Changes in Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi, menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia dirangkum dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi terbit tahun 1964.
Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.
Penelitian-penelitian sosiologi di Indonesai belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya pada angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan masing-masing manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai merupakan masyarakat majemuk yang mencakup berates suku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar